Ayah.. Ibu..

Tahun ini adalah lembaran baru dalam hidupku Kehidupan yang belum pernah aku bayangkan sebelumnya Kehidupan yang mengharuskanku jauh dari kalian Kehidupan yang akan kujalani di masa balighku

Entah mengapa aku memilih tempat ini menjadi rumah keduaku Hanya berbekal keyakinan bahwa aku bisa menjadi lebih baik di sini Tak kuhiraukan konsekwensi dari pilihanku Hanya keinginan untuk bisa membahagiakan kalian

Aku pun yakin bahwa pilihanku ini berat untuk kalian Bukan berat karena tidak setuju Tapi berat karena harus melepaskan buah hatinya untuk pertama kalinya Buah hati yang selalu ada di pelupuk mata semenjak ia terlahir

Dan akhirnya hari perpisahan itu pun datang Kita akan terpisahkan oleh jarak dan waktu Perpisahan sementara yang penuh cerita Perpisahan yang akan mengajarkanku arti kebersamaan

Sebelum kalian melepasku Kalian menatapku dengan lekat Seolah memastikan bahwa aku baik-baik saja Dan aku pun mencoba memperlihatkan rona kesiapanku Meskipun sebenarnya bendungan kesedihan itu menyesakkan dadaku

Dan… akhirnya kalian pergi meninggalkanku Di tempat asing dan belum ada siapapun yang ku kenal Aku pun teringat kisah Hajar dan Ismail Tatkala ditinggalkan di padang pasir yang gersang dan tak berpenghuni Hanya keyakinan kepada Allah yang mereka punya Hingga akhirnya pertolongan dan keberkahan datang begitu menakjubkan

Aku pun berharap seperti itu Aku tak tahu apa maksud Allah menempatkanku di sini Menjauhkanku dari orang-orang yang ku sayangi Tapi aku berkeyakinan bahwa Allah akan mengaruniakanku ni’mat yang begitu besar

Aku pun memulai kehidupanku Mencoba meraba dan memahami situasi Mencoba berdamai dengan perasaanku yang tak menentu Ku tata setiap ruang di hatiku, tapi… Ternyata aku tak sekuat yang kukira

Bendungan air mata yang selalu ku coba tahan akhirnya bobol Buliran itu meleleh tak tertahankan Dada semakin sesak dengan situasi ini Aku belum bisa kuat menahan perpisahan dengan orang tuaku

Aku mencoba menenangkan diriku Ku hadirkan kembali tulisan-tulisan di diaryku Tentang cita-cita dan tujuanku juga nasihat orang tuaku Cara ini lumayan ampuh mengusir kesedihanku

Aku jalani hari-hari baruku di pesantren Mencoba mengenali setiap sudutnya Berkenalan dengan teman-teman baru Berusaha menjadi bagian di pesantren ini Dan aku mulai nyaman dengan ini semua

Lagi.. aku berhadapan dengan situasi baru yang belum pernah kualami Aku dituntut untuk menghafal Quran seharian Padahal aku hanya anak keluaran SD yang belum pernah menghafal Quran Bias baca Quran pun belum lama Mampukah hamba ya Allah…

Pikiranku sangat kacau tatkalah kata demi kata yang kucoba hafal tak kunjung kuhafal Sedangkan teman-temanku yang lain sudah banyak surat yang dihafal Belum aturan yang mengharuskan menyetorkan hafalan setiap halaqah Aku kalut, khawatir, sedih, dan berbagai rasa yang menghampiri Aku harus bagaimana ya Allah…

Dalam kekalutanku aku tak punya siapa-siapa Aku hanya ingin bertemu dengan orangtuaku Tapi ini tak mungkin karena selama dauroh tak boleh dijenguk Mengirimkan pesan saja sangat dibatasi..

Ayah… Ibu… Aku hanya ingin kalian Aku ingin mencurahkan kekalutanku kepada kalian Belaian kalian yang mampu menguatkanku Tangisan pun pecah tak terbendung

Tapi tiba-tiba ada suntikan kekuatan yang menjalar di tubuhku Entah dari mana sumber kekuatan ini Padahal aku sudah sangat rapuh Mungkinkan ini dari doa-doa yang dilangitkan oleh kedua orang tuaku Yang menerima signal dari tangisan anaknya?

Ayah… ibu Teruslah panjatkan doa-doa terindahmu untuk anakmu ini Karena doa adalah senjata seorang muslim Meskipun kau tak bias datang melihatku Tapi doa-doa yang kau panjatkan menghadirkan kalian dalam aliran darahku

Ayah… Ibu Aku kan selalu berusaha untuk berada di barisan para pejuang Quran Meskipun aku harus menahan jutaan rindu pada kalian Tapi perpisahan ini hanya sebentar dan sementara Aku kan terus berjuang untuk mencintai Quran Karena aku berharap kita kan bersama di surga Allah selamanya.

Puisi By Fitri AL Kufi